Senin, 24 Desember 2012

STRATEGI PEMBELAJARAN IPA UNTUK SEKOLAH DASAR

Oleh : Evi Afifah Hurriyati,M.Si
Trainer Makmal Pendidikan
Kecakapan Proses
IPA tidak dapat diajarkan sebagai suatu materi pengetahuan, yang disampaikan dengan metoda ceramah,melainkan melalui pembelajaran siswa aktif. Model pembelajaran penemuan (discovery-inquiry) merupakan pembelajaran siswa aktif, dimana siswa belajar dan berlatih untuk memiliki dan menguasai konsep-konsep dasar sains secara tuntas (mastery learning).
Tujuan pendidikan sains di SD hendaknya lebih menekankan kepada pemilikan kecakapan proses atau kecakapan generik dibandingkan dengan penguasaan konsep, karena kecakapan generik merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa, agar siswa dapat mempelajari bidang studi lainnya sesuai dengan minatnya. Kecakapan generic yang dimiliki siswa SD akan berfunsi menjadi alat bagi mereka untuk menggali konsep-konsep keilmuan yang diminatinya, pada jenjang pendidikan berikutnya
Adapun kecakapan proses yang harus dimiliki siswa adalah :
1. Kecakapan observasi
2. Kecakapan klasifikasi
3. Kecakapan Pengukuran
4. Kecakapan memprediksi
5. Kecakapan inferensi (pengambilan kesimpulan)
6. Kecakapan membuat hipotesa
7. Kecakapan komunikasi
Selain penguasaan konsep dan kecakapan proses yang merupakan keterampilan ilmiah, siswa juga seharusnya memperoleh nilai religius, karena pada dasarnya IPA adalah bagaimana mempelajari ciptaan Allah swt. Rasa keingintahuan untuk mengamati fenomena alam, nilai kejujuran harus melekat pada diri seorang saintis kecil.
Model Inquiry
Ada banyak model pembelajaran sain atau IPA. Diantaranya model inquiry. Pembelajaran IPA berbasis inkuiri dideskripsikan dengan mengajak siswa dalam kegiatan yang akan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA sebagaimana para saintis mempelajari dunia alamiah.
Trowbridge, et al. (1973) mengajukan tiga tahap pembelajaran berbasis inkuiri. Tahap pertama adalah belajar diskoveri, yaitu guru menyusun masalah dan proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alterna-tif. Tahap kedua inkuiri terbimbing (guided inquiry), yaitu guru me-ngajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya. Tahap ketiga, adalah inkuiri terbuka (open inquiry), yaitu guru hanya memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya.
Menurut NRC (1996) pembelajaran berbasis inkuiri meliputi kegiatan observasi, mengajukan pertanyaan, memeriksa buku-buku dan sumber-sumber lain untuk melihat informasi yang ada, merencanakan penyelidikan, me-rangkum apa yang sudah diketahui dalam bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis dan interpretasi data, mengajukan jawaban, penjelasan, prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Dari pandangan pedagogi, pengajaran IPA berorientasi inkuiri lebih mencerminkan model belajar konstruktivis. Belajar adalah hasil perubahan mental yang terus mene-rus sebagaimana kita membuat makna dari pengalaman kita.
Menurut NSTA & AETS (1998) jantungnya inkuiri adalah kemampuan mengajukan pertanyaan dan mengidentifikasi penyelesaian masalah. Karena itu dalam pembelajaran seharusnya guru lebih banyak mengajukan pertanya-an open ended dan lebih banyak merangsang diskusi antar siswa. Keterampilan bertanya dan mendengarkan secara efektif penting untuk keberhasilan mengajar.
Akhirnya, berbagai model, pendekatan atau strategi apapun dalam pembelajaran, harus disajikan guru dalam kemasan yang menarik sehingga membangun minat siswa untuk belajar. Jika guru,sudah menerapkan 3 prinsip strategi pembelajaran IPA, yaitu memahami konsep ilmiah, keterampilan ilmia dan nilai religius dengan model pembelajaran IPA yang menggugah selera belajar siswa, maka nilai akademis pun insya Allah akan diraih.

Pendidikan Indonesia Terendah di Dunia


Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia. Berdasarkan tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, sistem pendidikan Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Tempat pertama dan kedua ditempati Finlandia dan Korea Selatan, sementara Inggris menempati posisi keenam.
Peringkat itu memadukan hasil tes internasional dan data, seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan 2010. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan, peringkat disusun berdasarkan keberhasilan negara-negara memberikan status tinggi pada guru dan memiliki “budaya” pendidikan.
Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan, seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.
Gambaran perpaduan itu meletakkan Inggris dalam posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan tes Pisa dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), yang juga merupakan salah satu tes dalam proses penyusunan peringkat. Pertimbangan-pertimbangan dalam peringkat ini diproduksi untuk Pearson oleh Economist Intelligence Unit.
Kompetisi global
Dua kekuatan utama pendidikan adalah Finlandia dan Korea Selatan, lalu diikuti oleh tiga negara di Asia, yaitu Hongkong, Jepang, dan Singapura.
Inggris yang dianggap sebagai sistem tunggal juga dinilai sebagai “di atas rata-rata”, lebih baik daripada Belanda, Selandia Baru, Kanada, dan Irlandia. Keempat negara itu juga berada di atas kelompok peringkat menengah termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Perancis.
Perbandingan ini diambil berdasarkan tes yang dilakukan setiap tiga atau empat tahun di berbagai bidang, termasuk matematika, sains, dan kesusasteraan serta memberikan sebuah gambaran yang semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, tujuan utamanya adalah memberikan pandangan multidimensi dari pencapaian di dunia pendidikan dan menciptakan sebuah bank data yang akan diperbaharui dalam sebuah proyek Pearson bernama Learning Curve.
Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting, tetapi tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan, biaya adalah ukuran yang mudah, tetapi dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar.
Kesuksesan negara-negara Asia dalam peringkat ini merefleksikan nilai tinggi pendidikan dan pengharapan orangtua. Hal ini dapat menjadi faktor utama ketika keluarga bermigrasi ke negara lain, kata Pearson.
Ada banyak perbedaan di antara kedua negara teratas, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, menurut laporan itu, tetapi faktor yang sama adalah keyakinan terhadap kepercayaan sosial atas pentingnya pendidikan dan “tujuan moral”.
Kualitas guru
Laporan itu juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji.
Peringkat itu menunjukkan bahwa tidak ada rantai penghubung jelas antara gaji tinggi dan performa yang lebih baik. Dan ada pula konsekuensi ekonomi langsung atas sistem pendidikan performa tinggi atau rendah, kata studi itu, terutama di ekonomi berbasis keterampilan dan global. Namun, tidak ada keterangan yang jelas mengenai pengaruh manajemen sekolah dengan peringkat pendidikan.
Peringkat untuk tingkat sekolah menunjukkan bahwa Finlandia dan Korea Selatan memiliki pilihan tingkat sekolah terendah. Namun, Singapura yang merupakan negara dengan performa tinggi memiliki tingkat tertinggi.